Numberi: ”Illegal Fishing pada Pra Ekploitasi”
MANADO, Cahya Siang (28/4) – Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) fishing sudah waktunya untuk ditindaki. IUU telah menyebabkan menurunnya stok sumberdaya ikan serta hilangnya kesempatan sosial dan ekonomi. IUU juga telah berdampak pada rusaknya hubungan antara negara-negara yang bertetangga, berkurangnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), berkurangnya peluang kerja nelayan Indonesia (lokal), karena kapal-kapal ilegal tersebut adalah kapal-kapal asing yang menggunakan ABK asing juga.
IUU biasanya dilakukan oleh orang atau kapal asing pada suatu perairan yang menjadi yurisdiksi suatu negara tanpa izin dari negara tersebut atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. IUU bertentangan dengan peraturan nasional yang berlaku atau kewajiban internasional. Dan, dilakukan oleh kapal yang mengibarkan bendera suatu negara yang menjadi anggota organisasi pengelolaan perikanan regional tetapi beroperasi tidak sesuai dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan yang diterapkan oleh organisasi tersebut atau ketentuan hukum internasional yang berlaku. Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi, karena kompleksnya masalah ini dan melibatkan antarnegara, maka isu strategis IUU fishing juga akan dibawa pada even World Ocean Conference (WOC).
Sumber terjadinya illegal fhising, jelas Menteri, berawal dari pengadaan kapal, pendaftaran kapal, perizinan operasi kapal untuk penangkapan ikan tanpa izin, dan penangkapan ikan dengan izin palsu. Selain itu, lanjut Menteri, penangkapan ikan tidak dilaporkan di pelabuhan pangkalan, penangkapan ikan dengan alat tangkap terlarang, penangkapan ikan di area yang tidak sesuai izin dan penangkapan ikan dengan jenis alat tangkap yang tidak sesuai izin.
“Hal ini telah mengakibatkan hilangnya sebagian produksi ikan dan devisa negara serta berkurangnya peluang nilai tambah dari industri pengolahan akibat hasil tangkapan dibawa langsung ke luar negeri (negara asal kapal). Kondisi seperti ini akan mengancam kelestarian sumberdaya ikan, sekaligus bisa merusak citra Indonesia di kancah International,” kata Numberi ketika menjadi Keynote Speaker pada seminar tentang “Illegal Fishing as a Transnational Organized Crime”.
Strategi yang diperlukan untuk menangani hal tersbut, ujar Numberi, ada empat hal yakni preemptive (pencegahan offensif sebelum terjadinya pelanggaran di wilayah kelautan perikanan), responsif (reaksi cepat dalam penanganan pelanggaran dan tindak pidana); persuasif ( pembinaan terhadap pelaku untuk meningkatkan kesadaran tidak melanggar hukum); dan yang paling terakhir koordinasi (melakukan koordinasi dengan instansi terkait (BAKORKAMLA, TNI AL, atau POLRI dll).
Dalam mencapai cita-cita dan tujuan nasional perlu ada indikator keberhasilan pembangunan nasional yaitu kedaulatan NKRI tetap tegak dan utuh, disertai keamanan dalam negeri dan berakhirnya konflik komunal. Terwujudnya kepastian hukum dengan menghilangkan diskriminasi, pemberantasan KKN dan tegaknya HAM.
Kehidupan demokrasi dikembangkan melalui penguatan konstitusi disertai peran masyarakat (civil society) ditingkatkan dan kelembagaan serta budaya politik dikembangkan pertumbuhan ekonomi terus didorong sekaligus mengurangi pengangguran dan kemiskinan serta pengembangan sektor riil melalui peningkatan investasi dan ekspor. Semuanya disebabkan karena Indonesia memiliki sumber daya laut yang besar, memiliki daya saing (competitive advantage), memiliki keterkaitan yang kuat dengan industri-industri lainnya (backward and forward linkage), sumber dayanya dapat diperbaharui (renewable), Investasi di sektor ini memiliki efisiensi yang relatif tinggi. Ini dicerminkan dengan ICOR (Incremental Capital Output Ratio ) yang rendah (3,4). Serta memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi., dan pengembangan industrinya berbasis sumber daya lokal.
Saat ini “Illegal Fishing” semakin ramai dibicarakan, bahkan dalam draf Perubahan atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan oleh lembaga legislatif memberi perhatian yang serius dengan melakukan beberapa perubahan atas UU No. 31 Tahun 2004 tersebut.
Beberapa hal penting, antara lain perubahan atas pasal yang mengatakan bahwa kapal pengawas perikanan dapat menghentikan, memeriksa, membawa dan menahan kapal yang diduga atau patut diduga melakukan pelanggaran di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia ke pelabuhan terdekat untuk pemrosesan lebih lanjut.
Dalam melaksanakan fungsi tersebut pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Selanjutnya draf perubahan UU No. 31 Tahun 2004 memberi penegasan juga pada penyidik, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan perikanan termasuk memberikan perhatian pada illegal, unregulated & unreported fishing.
Menariknya ”hinggar binggar seputar illegal fishing” belum mampu menghentikan penangkapan ikan illegal di Perairan Indonesia, buktinya berbagai kasus illegal fishing belum dapat ditangani sesuai prosedur hukum yang ada, nyatanya banyak kasus tidak mampu di jerat hukum, dan begitu banyak persoalan hukum dibalik illegal fishing belum tuntas. Berkaitan dengan ini pengacara kondang Dr. O.C. Kaligis, SH, MH berbicara sekaligus mengkritisi hal ini terlebih dalam rangka World Ocean Conference (WOC) yang implementasi kegiatannya antara lain program pembangunan Perikanan, Kelautan, dan Pesisir. (009/002)